Minggu, 23 November 2014

Teori Classical Conditioning dalam konteks belajar oleh Ivan Pavlov


    BAB I
      PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Belajar merupakan proses perubahan perilaku yang disebabkan oleh pengalaman. perubahan Anak yang merasa ketakutan ketika berjalan sendiri pada malam hari merupakan hasil dari belajar anak telah belajar menghubungkan kegelapan dengan suatu keadaan yang menyeramkan. Reaksi ini dapat diperoleh secara tidak sadar maupun secara sadar dan juga dapat diperoleh dari hasil belajar.
Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi atau bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat perhatian.Ranah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Akan tetapi manusia sebagai makhluk yang berpikir, berbeda dengan binatang. Binatang adalah juga makhluk yang dapat diberi pelajaran, tetapi tidak menggunakan pikiran dan akal budi. Ivan Petrovich Pavlov, ahli psikologi Rusia berpengalaman dalam melakukan serangkaian percobaan. Dalam percobaan itu ia melatih anjingnya untuk mengeluarkan air liur karena stimulus yang dikaitkan dengan makanan. Proses belajar ini terdiri atas pembentukan asosiasi (pembentukan hubungan antara gagasan, ingatan atau kegiatan pancaindra) dengan makanan.
B.     Tujuan Pembahasan
a.       Untuk memahami mekanisme pembiasaan dalam belajar dan mengajar.
b.      Untuk memahami eksperimen yang di lakukan oleh Ivan Petrovich Pavlov tentang teori belajar.
c.       Untuk memahami teori Classical Condition dalam konteks belajar.
d.      Untuk memahami penerapan teori tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
C.    Rumusan Masalah
a.       Apa yang di maksud dengan mekanisme pembiasaan itu ?
b.      Bagaimanakah eksperimen yang di lakukan oleh Ivan Petrovich Pavlov tentang teori belajar ?
c.       Bagaiman teori Classical Condition dalam konteks belajar itu ?
d.      Bagaimana penerapan teori tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
          BAB II
              PEMBAHASAN
A.    Teori Pembiasaan
Pendekatan pembiasaan adalah alat pendidikan. Bagi anak yang masih kecil pembiasaan ini sangat penting. Karena dengan pembiasaan itulah suatau aktivitas akan menjadi milik anak di kemudian hari.Pembiasaanyang baik akan membentuk suatu sosok manusia yang berkepribadian yang baik pula. Sebaliknya, pembiasaan yang buruk akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian buruk pula. Karenanya, di dalam kehidupan masyarakat, kedua kepribadian yang bertentangan ini selalu ada dan tidak jarang juga terjadi konflik di antara mereka.
Anak kecil tidak seperti orang dewasa yang dapat berfikir abstrak. Anak kecil hanya dapat berfikir konkret. Kata-kata seperti kebijaksanaan,keadilan dan perumpamaan adalah contoh benda abtrak yang sukar di pikirkan oleh anak. Anak kecil belum kuat pikirannya, ia lekas melupakan apa yang sudah dan baru terjadi. Perhatian mereka lekas dan mudah beralih kepada hal-hal yang baru,yang lain,yangdisukainya.[1]
Anak kecil memang belum memiliki kewajiban,tetapi dia sudah mempunyai hak,seperti hak dipelihara,hak dilindungi, hak diberi makan bergizi,dan hak mendapatkan pendidikan. Salah satu cara untuk memberikan haknya dalam pendidikan adalah dengan cara memberikan kebiasaan yang baik dalam kehidupan mereka. Berdasarkanpembiasaan itulah anak terbiasa menurut dan taat kepada peraturan–peraturan yang berlaku di masyarakat, setelah mendapatkan pendidikan kebiasaan yang baik di rumah. Pengaruhnya juga terbawa ke sekolah.
Menanamkan kebiasaan baik memang tidak mudah dan kadang-kadang membutuhkan waktu yang lama. Tetapi sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sukar pula untuk mengubahnya. J.B Wason (1991:291) berpendapat bahwa reaksi-rekasi kodrati yang di bawa sejak lahir itu sedikit sekali. Kebasaan-kebiasaan itu terbentuk dalam perkembangan, karena latihan dan belajar. Jadi, dalam masalah kebiasaan  ini, aliran Behaviorisme dari J.B Watson dan aliran Empirisme  dari John Locke lebih dominan dari pada aliran Nativisme dari Shcopenhour.
Bertolak dari pendidikan pembiasaan itulah yang menyebabkan kebiasaan dijadikan sebagai pendekatan pembiasaan. Pendidikan agama islam sangat penting dalam hal ini, kerena denganpendidikan pembiasaan itulah diharapkan siswa senantiasa mengamalkan ajaran agamanya. Maka, dari itu pendekatan pembiasaan dimaksudkan disini yaitu dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk senantiasa mengamalkan ajaran agama baik secara individual maupun secara kelompok dalam kehidupan sehari-hari.

B.       Teori Belajar dan Eksperimen Ivan Petrovich Pavlov
Sebelum membicarakan langkah-langkah eksperimen Pavlov, ada baiknya kita membicarakan sedikit mengenai latar belakang kehidupannya. Keahlian dan pengalamannya mendorong Pavlov melakukan ekssperimen-ekspeerimen sampai akhirnya menemukan konsep-konsep yang kemudian dikenal sebagai teori belajar.
Pada tingkah laku responden juga bisa dilihat bahwa stimulus yang sama akan menimbulkan respons yang sama pada semua organisme dan spesies yang sama, serta tingkah laku respoden biasanya menyertakan refleks-refleks yang melibatkan sistem saraf otonom. Bagaimanapun, tingkah laku responden itu bisa dikondisikan tidak lain adalah Ivan Pavlov, ahli fisiologi Rusia yang namanya telah kita kenal.[2]
Pavlov dilahirkan di kota Rayzaan tahun 1849 dari keluarga pendeta. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila Paavlov pada mulanya menerima pendidikan di Seminari Teologi. Namun, dalam hidupnya, ia sangat dipengaruhi buku-buku abad ke-16, terutama yang ditulis Pisarev. Tahun 1870, ia memasuki Universitas Petersburg untuk mempelajari sejarah alam di Fakultas Fisika dan Matematika. Pada tahun ketiga, ia mengikuti kursus di Akademi Medica Chiraginal. Namun, ia tidak ingin menjadi seorang dokter, melainkan seorang ahli psikologi berkualitas. Ia sangat konsekuen dengan pekerjaannya sehingga banyak memperoleh tambahan pengetahuan tentang psikologi. Perjalanan Pavlov ke luar negeri memberikan arti penting dalam mendukung dirinya menjadi seorang psikolog. Keahliannya di bidang fisologi sangat mempengaruhi eksperimen-eksperimennya. Pavlov telah melakukan penyelidikan terhadap kelenjar ludah secara intensif sejak tahun 1902 dengan menggunakan anjing.
Berangkat dari pengalamannya, Pavlov mencoba melakukan eksperimen dalam bidang psikologi dengan menggunakan anjing sebagai subyek penyelidikan. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.        Anjing dioperasi kelenjar ludahnya sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyelidikan mengukur dengan teliti air ludah yang keluar sebagai respons terhadap perangsang makanan, yang disodorkan ke mulutnya.
Eksperimen Pavlov:
Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas:
Gambar pertama. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur.Gambar ketiga.Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.Gambar keempat.Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing agar ketika bunyi bel diberikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada awalnya (gambar 2) anjing tidak merespon apapun ketika mendengar bunyi bel.
Jika anjing secara terus menerus diberikan stimulus berupa bunyi bel dan kemudian mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah hadiah berupa makanan. Maka kemampuan stimulus terkondisi (bunyi bel) untuk menimbulkan respons (air liur) akan hilang. Hal ini disebut dengan extinction  atau penghapusan.
Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses akuisisi dan penghapusan sebagai berikut:
  1. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh: makanan
  2. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa makanan.
  3. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
  4. Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat penggabungan bunyi bel dengan makanan.
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi. Dengan kata lain, gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks wajar (unconditioned refleks)-keluar air liur ketika melihat makanan yang lezat dan refleks bersyarat atau refleks yang dipelajari (conditioned refleks)-keluar air liur karena menerima atau bereaksi terhadap suara bunyi tertentu.
Eksperimen Pavlov diulang beberapa kali hingga akhirnya diketahui bahwa air liur sudah keluar sebelum makanan sampai ke mulut. Artinya, air liur telah keluar saat anjing melihat piring tempat makanan, melihat orang yang biasa memberi makanan dan bahkan saat mendengar langkah orang yang biasa memberi makanan.
Dengan demikian, keluarnya air liur karena ada perangsang makanan merupakan suatu yang wajar. Namun, keluarnya air liur karena anjing melihat piring, orang atau bahkan langkah seseorang merupakan suatu yang tidak wajar. Artinya, dalam keadaan normal, air liur anjing tidak akan keluar hanya karena melihat piring makanan, orang yang biasa memberi makanan dan mendengar langkah-langkah orang yang biasa memberi makanan. Piring tempat makanan, orang dan langkah orang yang biasa memberi makanan merupakan tanda atau signal.
Dalam eksperimennya, tanda atau signal selalu diikuti datangnya makanan. Berkat latihan-latihan selama eksperimen, anjing akan mengeluarkan air liurnya bila melihat atau mendengar signal-signal yang persis sama dengan signal-signal yang digunakan dalam eksperimen.
Apabila dikaji secara mendalam menurut psikologi, refleks bersyarat merupakan reaksi hasil belajar atau latihan. Namun, sebagai seorang ahli fisiologi, Pavlov tidak tertarik pada masalah fungsi otak. Dengan mendapatkan refleks bersyarat, Pavlov berkeyakinan bahwa ia telah menemukan sesuatu yang baru di bidang fisiologi. Ia ingin mengetahui proses terbentuknya refleks bersyarat melalui penyelidikan mengenai fungsi otak secara tidak langsug.
2.        Dalam usahanya memahami fungsi otak, Pavlov mengulangi eksperimen seperti di atas dengan berbagai variasi. Adapun langkah-langkah eksperimennya adalah:
a.    Anjing dibiarkan lapar.
b.    Pavlov membunyikan metronom dan anjing mendengarkannya dengan sungguh-sungguh. Variasi lain dilakukan dengan menyalahkan lampu dan anjing memperhatikan lampu yang menyala.
c.    Setelah metronom berbunyi atau lampu menyala selama 30 detik, makanan diberikan dan terjadilah refleks pengeluaran air liur.
d.   Percobaan tersebut, baik dengan menyembunyikan metronom maupun menyalakan lampu, diulang berkali-kali dengan jarak waktu 15 detik.
e.    Setelah diulang 32 kali, bunyi metronom atau nyala lampu selama 30 detik dapat menyebabkan keluarnya air liur dan semakin bertambah deras jika makanan diberikan.
Dalam eksperimen kedua, ada hal-hal sebagai berikut:
1)   Bunyi metronom atau nyala lampu merupakan conditioning stimulus (CS) dan makanan merupakan unconditioning stimulus (US).
2)   Keluarnya air liur karena bunyi metronom atau nyala lampu merupakan conditioning refleks (CR).
3)   Makanan yang diberikan setelah air liur keluar disebut reinforcer (pengaruh) karena memperkuat refleks bersyarat dan memberikan respons lebih kuat dibandingkan dengan refleks bersyarat.
3.        Eksperimen-eksperimen Pavlov berikutnya bertujuan mengetahui apakah refleks bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang atau dihilangkan.
Melalui semua eksperimennya, Pavlov menyimpulkan bahwa refleks bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang atau dihilangkan dengan jalan:
a.         Refleks bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang jika perangsang atau signal yang membentuknya telah hilang. Hal ini dapat disebabkan perangsang atau signal yang selama ini dikenal telah dilupakan atau tidak pernah digunakan kembali.
b.         Refleks bersyarat dapat dihilangkan dengan melakukan persyaratan kembali (reconditioning). Caranya seperti pada eksperimen kedua. Misalnya, bunyi metronom yang digunakan sebagai signal telah berhasil membentuk refleks bersyarat. Kemudian, bunyi metronom tidak digunakan kembali dan diganti dengan nyala lampu. Dalam waktu yang cukup lama, jika metronom dibunyikan kembali, tidak akan mengakibatkan refleks bersyarat karena sekarang refleks bersyarat muncul jika ada nyala lampu. Kenyataan menunjukkan bahwa hewan memiliki daya ingat terbatas, seperti halnya manusia.
4.        Eksperimen lain dari Pavlov bertujuan mengetahui kemampuan binatang dalam membedakan bermacam-macam perangsangan agar menolong kemajuan studi ilmiah tentang belajar. Namun, demikian, penemuan-penemuan Pavlov tidak banyak diterapkan pada belajar di sekolah.[3]

C.      Teori Classical Conditoning Pavlov dalam Konteks Belajar
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1.    Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2.    Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun
Demikianlah maka menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang continue (terus-menerus). Yang diutamakan dalm teori ini adalah hal belajar yeng terjadi secara otomatis.
Menilik psikologi behavioristik menggunakan suatu pendekatan ekperimental, refleksiologis objektif Pavlov tetap merupakan model yang luar biasa dan tidak tertandingi.
Seperti yang telah kita ketahui, apa yang dilakukan Pavlov bukan untuk mengembangkan teori belajar. Setelah banyak orang mengakui teori Pavlov bermanfaat di dunia psikologi, banyak ahli pendidikan baru mulai memanfaatkan teorinya untuk mengembangkan atau memberikan kontribusi pada psikologi pendidikan pada umumnya dan teori belajar khususnya.
Menyadari latar belakang di atas, kita sebagai pendidik harus menempatkan teori Pavlov secara tepat. Sebaiknya, kita menggunakan teori conditioning sebagai referensi belajar secara fleksibel karena eksperimen Pavlov adalah perilaku binatang. Padahal, subyek belajar adalah manusia. Ada perbedaan hakiki antara binatang dan manusia, yaitu manusia memiliki pikiran dan perasaan yang tertentu berbeda dengan binatang.
Oleh karena itu, teori responden hanya digunakan untuk menjelaskan proses belajar secara umum, yaitu pengaruh kondisi tertentu terhadap sikap, perasaan dan pikiran subyek didik dalam belajar. Namun, kita tetap memperhitungkan pengecualian-pengecualian, sebagaimana dalam menggunakan generalitas, tidak menegasi partikulatiras dengan sendirinya.
Salah satu konsep yang berkaitan dengan eksperimen Pavlov adalah pemberian tanda, stimulus dan respons yang tidak kondisikan sebagai proses instingtual (Gage dan Berliner, 1957), sedangkan hubungan S-R yang dikondisikan disebabkan latihan. Latihan menyebabkan perubahan tingkah laku, terutama perubahan neuron atau sel-sel syaraf. Oleh karena itu, wajar jika Pavlov disebut Neurobehaviorist karena menyatakan bahwa interaksi antara stimulus dan respons terjadi melalui proses neural. Sementara itu, dalam belajar yang dilakukan manusia, yang ada bukan hanya tanda, tetapi juga simbol. Demikian pula dalam hal belajar (dengan konsep lain). Konsep simbol dalam belajar pada diri manusia menyebabkan perbedaan antara manusia dengan hewan. Manusia memiliki pikiran dan perasaan, bukan hanya insting seperti yang dimiliki binatang.
Dengan akal pikiran dan perasaan, manusia mampu membedakan tanda dari simbol. Tanda adalah sesuatuyang tidak dapat dipisahkan dari apa yang ditandakan (Bakker, 1985)
Kita menyadari bahwa manusia maupun binatang mengenal tanda. Akan tetapi, berkaitan dengan pikiran dan perasaan yang dimiliki, manusia tidak mau berhenti hanya pada tanda, melainkan akan melangkah pada simbol. Manusia tidak puas dengan apa yang ada pada benda, melainkan memiliki kecenderungan mengetahui apa yang ada dibalik benda dan yang terkait dengannya. Ruang tanda diperluas sehingga mempunyai arti dan menjadi lebih intens (Bakker, 1985). Kalau tanda menunjuk pada suatu obyek, maka simbol lebih menunjuk pada suatu konsep (Toety HN, 1984).
Pengembangan dari tanda menjadi simbol menyebabkan perbedaan menyolok antara perilaku manusia dengan binatang. Lebih jauh, kita dapat menyebutkan bahwa binatang dapat melakukan perubahan tingkah laku karena proses instingual dan latihan pula. Apabila binatang tidak mampu mengembangkan apa yang telah diajarkan atau dilatihkan, maka sebaliknya, manusia selalu berusaha mengembangkannya. Dengan demikian, sangat tepat apa yang dikatakan Imanuel Freire (1984).
Perasaan dan akal pikiran yang potensial pada manusia menyebabkan stimulus yang sama tidak selalu menimbulkan respons sama, dan sebaliknya, reespons sama tidak selalu disebabkan stimulus yang sama. Namun demikian, ada baiknya bila kita dapat menggunakan kerangka teori Pavlov untuk membantu menjelaskan proses belajar secara fleksibel. Contohnya, sikap ramah seorang guru memiliki kecenderungan menimbulkan respons positif pada subyek didik, meskipun ada kemungkinan timbulnya respons negatif pada subyek didik manja. Demikian pula, latar belakang ekonomi rendah dapat menimbulkan respons berupa semangat belajar tinggi dan sebaliknya. Pada awal pelajaran, konsep-konsep yang sulit dapat menimbulkan shock symbol pada sebagian subyek didik, tetapi justru dapat pula merangsang subyek didik belajar gigih agar memahaminya.
Eksperimen-eksperimen Pavlov awalnya tidak bertujuan menemukan teori belajar, meskipun sangat dipengaruhi oleh psikologi behaviorisme. Sesuai dengan kedudukannya sebagai ahli fisiologi, eksperimen Pavlov lebih bertujuan memahami fungsi otak.
Hasil-hasil eksperimen Pavlov ternyata sangat berguna bagi pengembangan teori belajar. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila banyak ahli pendidikan mengadopsi hasil-hasil eksperimen Pavlov untuk mengembangkan teori belajar. Namun demikian, apa yang diperoleh Pavlov bukan suatu yang final sehingga kita sebaiknya fleksibel menggunakannya.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar menurut Pavlov adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
1.    Mementingkan pengaruh lingkungan
2.    Mementingkan bagian-bagian
3.    Mementingkan peranan reaksi
4.    Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
5.    Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
6.    Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
7.    Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma Pavlov akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori belajar Pavlov ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif.
Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
kritik terhadap teori belajar Pavlov adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori Pavlov mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Metode Pavlov ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori belajar Pavlov yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
Kelemahan dari teori conditioning ini adalah, teori ini mengangaap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis, keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan atau kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tidak tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat sesuatu manusia tidak semata-mata tergantung kepada pengaruh dari luar. Aku atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori conditioning ini memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia teori ini hanya dapat kita terima dalam hal-hal belajar tertentu. Umpamanya dalam belajar yang mengenai skills (kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil.
D.      Penerapan Teori dalam Kehidupan Sehari-Hari
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning. Yaitu hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat atau perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya dalam kehidupannya. Proses belajar yang digambarkan seperti itu menurut Pavlov terdiri atas pembentukan asosiasi antara stimulus dan respons refleksif. Dasar penemuan Pavlov tersebut, menurut J.B. Watson diberi istilah Behaviorisme. Watson berpendapat bahwa perilaku manusia harus dipelajari secara objektif. la menolak gagasan mentalistik yang bertalian dengan bawaan dan naluri. Watson menggunakan teori Classical Conditioning untuk semuanya yang bertalian dengan pembelajaran. Pada umumnya ahli psikologi mendukung proses mekanistik. Maksudnya kejadian lingkungan secara otomatis akan menghasilkan tanggapan. Proses pembelajaran itu bergerak dengan pandangan secara menyeluruh dari situasi menuju segmen (satuan bahasa yang diabstraksikan dari kesatuan wicara atau teks) bahasa tertentu. Materi yang disajikan mirip dengan metode dengar ucap.
Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim yang berkeliling dari rumah ke rumah.Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas.Bayangkan, bila tidak ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lain adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.Contohlain adalahuntuk menambah kelekatan dengan pasangan, Jika anda mempunyai pasangan yang “sangat suka (UCR)” dengan coklat (UCS). Disetiap anda bertemu (CS) dengan kekasih anda maka berikanlah sebuah coklat untuk kekasih anda, secara otonom dia akan sangat suka dengan coklat pemberian anda. Berdasarkan teori, ketika hal itu dilakukan secara berulang-ulang,  selanjutnya cukup dengan bertemu dengan anda tanpa memberikan coklat, maka secara otonom pasangan anda akan sangat suka (CR) dengan anda, hal ini dapat terjadi karena pembentukan perilaku antara UCS, CS, UCR, dan CR seperti ekperimen yang telah dilakukan oleh pavlov. Contoh lain bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan (rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Adapun sumber hukum yang berasal dari Rasulullah saw yang berkenaan dengan teori pembiasaan dapat kita lihat pada hadis riwayat Abu Dawud sebagai berikut :
مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء عشر سنين وفرقوا بينهم فى المضاخع
 (رواه أبو داود)
”Surulah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka” (H.R..Abu Dawud).
            Hadits tersebut menjelaskan bahwasannya kita harus membiasakan anak-anak kita untuk mengerjakan sholat sejak dini,supaya kelak ketika sudah dewasa terbiasa untuk melakukan kewajiban sholat tersebut.

                                   
BAB III
                                                       PENUTUP
A.      Kesimpulan
Pembiasaan merupakan proses penanaman kebiasaan, mengupayakan suatu tindakan agar terbiasa melakukannya, sehingga terkadang seseorang tidak menyadari apa yang dilakukannya karena sudah menjadi kebiasaan. Jadi, teori pembiasaan dalam pendidikan adalah yang proses pendidikan yang berlangsung dengan jalan membiasakan anak didik untuk bertingkah laku, berbicara, berpikir dan melakukan aktivitas tertentu menurut kebiasaan yang baik, sebab tidak semua hal yang dapat dilakukan itu baik.
Eksperimen Pavlov: Anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur.Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
Aplikasi teori Pavlov dalam pembelajaran adalah dengan guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Dalam kehidupan sehari-hari teori Pavlov juga sangat bermanfaat. Seperti membiasakan anak-anak untuk sholat meskipun mereka belum mempunyai kewajiban untuk melakukannya.




DAFTAR PUSTAKA
Ngalim. Purwanto. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Muhibbin, Syah. 2005. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Bell, Margareth E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT. RajaGrafind Persada.
Brennan, James F. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Davies, Ivon K. 1987. Pengelolaan Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Dwijandono dan Sri Wuryani. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Sarlito W. Sarwono. 2002. Berekenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Surakarta: PT Bulan Bintang.
Usman, Moh. Uzer dan lilis Setiawati. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
http://akhmadsudrajat. Wordprees.com/, diakses tanggal 13 Oktober 2014.



[1]M.Ngalim Purwanto,1991:224
[2]Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. diterbitkan oleh PT Bumi Aksara
[3]Dahar, 1989