BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Belajar
merupakan proses perubahan perilaku yang disebabkan oleh pengalaman. perubahan
Anak yang merasa ketakutan ketika berjalan sendiri pada malam hari merupakan
hasil dari belajar anak telah belajar menghubungkan kegelapan dengan suatu
keadaan yang menyeramkan. Reaksi ini dapat diperoleh secara tidak sadar maupun
secara sadar dan juga dapat diperoleh dari hasil belajar.
Secara luas
teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi atau
bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok
manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat
perhatian.Ranah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah
afektif dan ranah psikomotor. Akan tetapi manusia sebagai makhluk yang
berpikir, berbeda dengan binatang. Binatang adalah juga makhluk yang dapat
diberi pelajaran, tetapi tidak menggunakan pikiran dan akal budi. Ivan
Petrovich Pavlov, ahli psikologi Rusia berpengalaman dalam melakukan
serangkaian percobaan. Dalam percobaan itu ia melatih anjingnya untuk
mengeluarkan air liur karena stimulus yang dikaitkan dengan makanan. Proses
belajar ini terdiri atas pembentukan asosiasi (pembentukan hubungan antara
gagasan, ingatan atau kegiatan pancaindra) dengan makanan.
B.
Tujuan Pembahasan
a.
Untuk memahami mekanisme
pembiasaan dalam belajar dan mengajar.
b.
Untuk memahami eksperimen yang
di lakukan oleh Ivan Petrovich
Pavlov tentang teori belajar.
c.
Untuk memahami teori
Classical Condition dalam konteks belajar.
d.
Untuk memahami penerapan teori tersebut dalam kehidupan
sehari-hari.
C.
Rumusan Masalah
a.
Apa yang di
maksud dengan mekanisme pembiasaan itu ?
b.
Bagaimanakah
eksperimen yang di lakukan oleh Ivan
Petrovich Pavlov tentang teori belajar ?
c.
Bagaiman teori Classical Condition dalam konteks belajar itu ?
d.
Bagaimana
penerapan teori tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori Pembiasaan
Pendekatan
pembiasaan adalah alat pendidikan. Bagi anak yang masih kecil pembiasaan ini
sangat penting. Karena dengan pembiasaan itulah suatau aktivitas akan menjadi
milik anak di kemudian hari.Pembiasaanyang baik akan membentuk suatu sosok manusia
yang berkepribadian yang baik pula. Sebaliknya,
pembiasaan yang buruk akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian buruk
pula. Karenanya, di dalam kehidupan masyarakat, kedua kepribadian yang
bertentangan ini selalu ada dan tidak jarang juga terjadi konflik di antara
mereka.
Anak
kecil tidak seperti orang dewasa yang dapat berfikir abstrak. Anak kecil hanya
dapat berfikir konkret. Kata-kata seperti kebijaksanaan,keadilan dan
perumpamaan adalah contoh benda abtrak yang sukar di pikirkan oleh anak. Anak
kecil belum kuat pikirannya, ia lekas melupakan apa yang sudah dan baru
terjadi. Perhatian mereka lekas dan mudah beralih kepada hal-hal yang baru,yang
lain,yangdisukainya.[1]
Anak
kecil memang belum memiliki kewajiban,tetapi dia sudah mempunyai hak,seperti
hak dipelihara,hak dilindungi, hak diberi
makan bergizi,dan hak mendapatkan pendidikan. Salah
satu cara untuk memberikan haknya dalam pendidikan adalah
dengan cara memberikan kebiasaan yang baik dalam kehidupan mereka. Berdasarkanpembiasaan
itulah anak terbiasa menurut dan taat kepada peraturan–peraturan yang berlaku
di masyarakat, setelah mendapatkan pendidikan kebiasaan yang baik di rumah.
Pengaruhnya juga terbawa ke sekolah.
Menanamkan
kebiasaan baik memang tidak mudah dan
kadang-kadang membutuhkan waktu yang lama. Tetapi sesuatu yang sudah menjadi
kebiasaan sukar pula untuk mengubahnya. J.B Wason (1991:291) berpendapat bahwa
reaksi-rekasi kodrati yang di bawa sejak lahir itu sedikit sekali.
Kebasaan-kebiasaan itu terbentuk dalam perkembangan, karena latihan dan
belajar. Jadi, dalam masalah kebiasaan ini, aliran Behaviorisme dari J.B
Watson dan aliran Empirisme dari
John Locke lebih dominan dari pada aliran Nativisme dari Shcopenhour.
Bertolak dari pendidikan pembiasaan itulah yang
menyebabkan kebiasaan dijadikan sebagai pendekatan pembiasaan. Pendidikan agama islam sangat
penting dalam hal ini, kerena denganpendidikan
pembiasaan itulah diharapkan siswa senantiasa mengamalkan ajaran agamanya.
Maka, dari itu pendekatan pembiasaan dimaksudkan disini yaitu dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk senantiasa mengamalkan ajaran agama baik secara
individual maupun secara
kelompok dalam kehidupan sehari-hari.
B.
Teori Belajar dan Eksperimen Ivan Petrovich Pavlov
Sebelum membicarakan langkah-langkah
eksperimen Pavlov, ada baiknya kita membicarakan sedikit mengenai latar
belakang kehidupannya. Keahlian dan pengalamannya mendorong Pavlov melakukan
ekssperimen-ekspeerimen sampai akhirnya menemukan konsep-konsep yang kemudian
dikenal sebagai teori belajar.
Pada tingkah laku responden juga
bisa dilihat bahwa stimulus yang sama akan menimbulkan respons yang sama pada
semua organisme dan spesies yang sama, serta tingkah laku respoden biasanya
menyertakan refleks-refleks yang melibatkan sistem saraf otonom. Bagaimanapun,
tingkah laku responden itu bisa dikondisikan tidak lain adalah Ivan Pavlov,
ahli fisiologi Rusia yang namanya telah kita kenal.[2]
Pavlov dilahirkan di kota Rayzaan
tahun 1849 dari keluarga pendeta. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila
Paavlov pada mulanya menerima pendidikan di Seminari Teologi. Namun, dalam
hidupnya, ia sangat dipengaruhi buku-buku abad ke-16, terutama yang ditulis
Pisarev. Tahun 1870, ia memasuki Universitas Petersburg untuk mempelajari
sejarah alam di Fakultas Fisika dan Matematika. Pada tahun ketiga, ia mengikuti
kursus di Akademi Medica Chiraginal. Namun, ia tidak ingin menjadi seorang
dokter, melainkan seorang ahli psikologi berkualitas. Ia sangat konsekuen
dengan pekerjaannya sehingga banyak memperoleh tambahan pengetahuan tentang
psikologi. Perjalanan Pavlov ke luar negeri memberikan arti penting dalam
mendukung dirinya menjadi seorang psikolog. Keahliannya di bidang fisologi
sangat mempengaruhi eksperimen-eksperimennya. Pavlov telah melakukan
penyelidikan terhadap kelenjar ludah secara intensif sejak tahun 1902 dengan
menggunakan anjing.
Berangkat dari pengalamannya, Pavlov mencoba
melakukan eksperimen dalam bidang psikologi dengan menggunakan anjing sebagai
subyek penyelidikan. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.
Anjing dioperasi kelenjar ludahnya sedemikian rupa
sehingga memungkinkan penyelidikan mengukur dengan teliti air ludah yang keluar
sebagai respons terhadap perangsang makanan, yang disodorkan ke mulutnya.
Eksperimen Pavlov:
Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan
penjelasan dari gambar diatas:
Gambar pertama. Dimana anjing,
bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara otonom anjing akan mengeluarkan
air liur (UCR).Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia
tidak merespon atau mengeluarkan air liur.Gambar ketiga.Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah
diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air
liur (UCR) akibat pemberian makanan.Gambar keempat.Setelah
perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar
bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan
respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
Dalam ekperimen
ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing agar ketika bunyi bel diberikan
ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur walapun tanpa diberikan makanan.
Karena pada awalnya (gambar 2) anjing tidak merespon apapun ketika mendengar
bunyi bel.
Jika anjing
secara terus menerus diberikan stimulus berupa bunyi bel dan kemudian
mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah hadiah berupa makanan. Maka
kemampuan stimulus terkondisi (bunyi bel) untuk menimbulkan respons (air liur)
akan hilang. Hal ini disebut dengan extinction atau penghapusan.
Pavlov
mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses akuisisi dan
penghapusan sebagai berikut:
- Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh: makanan
- Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa makanan.
- Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
- Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat penggabungan bunyi bel dengan makanan.
Kesimpulan yang didapat
dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada
rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya
proses kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya
dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan
dengan rangsang berkondisi. Dengan kata lain, gerakan-gerakan refleks itu
dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan. Sehingga dengan
demikian dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks wajar (unconditioned
refleks)-keluar air liur ketika melihat makanan yang lezat dan refleks
bersyarat atau refleks yang dipelajari (conditioned refleks)-keluar air
liur karena menerima atau bereaksi terhadap suara bunyi tertentu.
Eksperimen Pavlov diulang beberapa kali hingga akhirnya diketahui
bahwa air liur sudah keluar sebelum makanan sampai ke mulut. Artinya, air liur
telah keluar saat anjing melihat piring tempat makanan, melihat orang yang
biasa memberi makanan dan bahkan saat mendengar langkah orang yang biasa
memberi makanan.
Dengan demikian, keluarnya air liur karena ada perangsang makanan
merupakan suatu yang wajar. Namun, keluarnya air liur karena anjing melihat
piring, orang atau bahkan langkah seseorang merupakan suatu yang tidak wajar.
Artinya, dalam keadaan normal, air liur anjing tidak akan keluar hanya karena
melihat piring makanan, orang yang biasa memberi makanan dan mendengar
langkah-langkah orang yang biasa memberi makanan. Piring tempat makanan, orang
dan langkah orang yang biasa memberi makanan merupakan tanda atau signal.
Dalam eksperimennya, tanda atau signal selalu diikuti datangnya
makanan. Berkat latihan-latihan selama eksperimen, anjing akan mengeluarkan air
liurnya bila melihat atau mendengar signal-signal yang persis sama dengan
signal-signal yang digunakan dalam eksperimen.
Apabila dikaji secara mendalam menurut psikologi, refleks bersyarat
merupakan reaksi hasil belajar
atau latihan. Namun, sebagai seorang ahli fisiologi, Pavlov tidak tertarik pada
masalah fungsi otak. Dengan mendapatkan refleks bersyarat, Pavlov berkeyakinan
bahwa ia telah menemukan sesuatu yang baru di bidang fisiologi. Ia ingin
mengetahui proses terbentuknya refleks bersyarat melalui penyelidikan mengenai
fungsi otak secara tidak langsug.
2.
Dalam usahanya memahami fungsi otak, Pavlov mengulangi eksperimen
seperti di atas dengan berbagai variasi. Adapun langkah-langkah eksperimennya
adalah:
a.
Anjing dibiarkan lapar.
b.
Pavlov membunyikan metronom dan anjing mendengarkannya dengan
sungguh-sungguh. Variasi lain dilakukan dengan menyalahkan lampu dan anjing
memperhatikan lampu yang menyala.
c.
Setelah metronom berbunyi atau lampu menyala selama 30 detik,
makanan diberikan dan terjadilah refleks pengeluaran air liur.
d.
Percobaan tersebut, baik dengan menyembunyikan metronom maupun
menyalakan lampu, diulang berkali-kali dengan jarak waktu 15 detik.
e.
Setelah diulang 32 kali, bunyi metronom atau nyala lampu selama 30
detik dapat menyebabkan keluarnya air liur dan semakin bertambah deras jika
makanan diberikan.
Dalam eksperimen kedua, ada hal-hal sebagai berikut:
1)
Bunyi metronom atau nyala lampu merupakan conditioning stimulus
(CS) dan makanan merupakan unconditioning stimulus (US).
2)
Keluarnya air liur karena bunyi metronom atau nyala lampu merupakan
conditioning refleks (CR).
3)
Makanan yang diberikan setelah air liur keluar disebut reinforcer
(pengaruh) karena memperkuat refleks bersyarat dan memberikan respons lebih
kuat dibandingkan dengan refleks bersyarat.
3.
Eksperimen-eksperimen Pavlov berikutnya bertujuan
mengetahui apakah refleks bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang atau
dihilangkan.
Melalui semua eksperimennya, Pavlov menyimpulkan bahwa refleks
bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang atau dihilangkan dengan jalan:
a.
Refleks bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang jika perangsang
atau signal yang membentuknya telah hilang. Hal ini dapat disebabkan perangsang
atau signal yang selama ini dikenal telah dilupakan atau tidak pernah digunakan
kembali.
b.
Refleks bersyarat dapat dihilangkan dengan melakukan persyaratan
kembali (reconditioning). Caranya seperti pada eksperimen kedua. Misalnya,
bunyi metronom yang digunakan sebagai signal telah
berhasil membentuk refleks bersyarat. Kemudian, bunyi metronom tidak digunakan
kembali dan diganti dengan nyala lampu. Dalam waktu yang cukup lama, jika metronom
dibunyikan kembali, tidak akan mengakibatkan refleks bersyarat karena sekarang
refleks bersyarat muncul jika ada nyala lampu. Kenyataan menunjukkan bahwa
hewan memiliki daya ingat terbatas, seperti halnya manusia.
4.
Eksperimen lain dari Pavlov bertujuan mengetahui kemampuan binatang
dalam membedakan bermacam-macam perangsangan agar menolong kemajuan studi
ilmiah tentang belajar. Namun, demikian, penemuan-penemuan Pavlov tidak banyak
diterapkan pada belajar di sekolah.[3]
C.
Teori Classical Conditoning Pavlov dalam Konteks Belajar
Dari eksperimen
yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya:
1.
Law of
Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua
macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai
reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2.
Law of
Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika
refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan
kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun
Demikianlah
maka menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang
kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu
belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam
belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang continue
(terus-menerus). Yang diutamakan dalm teori ini adalah hal belajar yeng terjadi
secara otomatis.
Menilik
psikologi behavioristik menggunakan suatu pendekatan ekperimental,
refleksiologis objektif Pavlov tetap merupakan model yang luar biasa dan tidak
tertandingi.
Seperti yang telah kita ketahui, apa yang dilakukan Pavlov bukan
untuk mengembangkan teori belajar. Setelah banyak orang mengakui teori Pavlov
bermanfaat di dunia psikologi, banyak ahli pendidikan baru mulai memanfaatkan
teorinya untuk mengembangkan atau memberikan kontribusi pada psikologi
pendidikan pada umumnya dan teori belajar khususnya.
Menyadari latar belakang di atas, kita sebagai pendidik harus
menempatkan teori Pavlov secara tepat. Sebaiknya, kita menggunakan teori
conditioning sebagai referensi belajar secara fleksibel karena eksperimen
Pavlov adalah perilaku binatang. Padahal, subyek belajar adalah manusia. Ada
perbedaan hakiki antara binatang dan manusia, yaitu manusia memiliki pikiran
dan perasaan yang tertentu berbeda dengan binatang.
Oleh karena itu, teori responden hanya digunakan untuk menjelaskan
proses belajar secara umum, yaitu pengaruh kondisi tertentu terhadap sikap,
perasaan dan pikiran subyek didik dalam belajar. Namun, kita tetap
memperhitungkan pengecualian-pengecualian,
sebagaimana dalam menggunakan generalitas, tidak menegasi partikulatiras dengan
sendirinya.
Salah satu konsep yang berkaitan dengan eksperimen Pavlov adalah
pemberian tanda, stimulus dan respons yang tidak kondisikan sebagai proses
instingtual (Gage dan Berliner, 1957), sedangkan hubungan S-R yang dikondisikan
disebabkan latihan. Latihan menyebabkan perubahan tingkah laku, terutama
perubahan neuron atau sel-sel syaraf. Oleh karena itu, wajar jika Pavlov
disebut Neurobehaviorist karena menyatakan bahwa interaksi antara stimulus dan
respons terjadi melalui proses neural. Sementara itu, dalam belajar yang
dilakukan manusia, yang ada bukan hanya tanda, tetapi juga simbol. Demikian
pula dalam hal belajar (dengan konsep lain). Konsep simbol dalam belajar pada
diri manusia menyebabkan perbedaan antara manusia dengan hewan. Manusia
memiliki pikiran dan perasaan, bukan hanya insting seperti yang dimiliki
binatang.
Dengan akal pikiran dan perasaan, manusia mampu membedakan tanda
dari simbol. Tanda adalah sesuatuyang tidak dapat dipisahkan dari apa yang
ditandakan (Bakker, 1985)
Kita menyadari bahwa manusia maupun
binatang mengenal tanda. Akan tetapi, berkaitan dengan
pikiran dan perasaan yang dimiliki, manusia tidak mau berhenti hanya pada
tanda, melainkan akan melangkah pada simbol. Manusia tidak puas dengan apa yang
ada pada benda, melainkan memiliki kecenderungan mengetahui apa yang ada
dibalik benda dan yang terkait dengannya. Ruang tanda diperluas sehingga
mempunyai arti dan menjadi lebih intens (Bakker, 1985). Kalau tanda menunjuk
pada suatu obyek, maka simbol lebih menunjuk pada suatu konsep (Toety HN,
1984).
Pengembangan dari tanda menjadi simbol menyebabkan perbedaan
menyolok antara perilaku manusia dengan binatang. Lebih jauh, kita dapat
menyebutkan bahwa binatang dapat melakukan perubahan tingkah laku karena proses
instingual dan latihan pula. Apabila binatang tidak mampu mengembangkan apa
yang telah diajarkan atau dilatihkan, maka sebaliknya, manusia selalu berusaha
mengembangkannya. Dengan demikian, sangat tepat apa yang dikatakan Imanuel
Freire (1984).
Perasaan dan akal pikiran yang potensial pada manusia menyebabkan
stimulus yang sama tidak selalu menimbulkan respons sama, dan
sebaliknya, reespons sama tidak selalu disebabkan stimulus yang
sama. Namun demikian, ada baiknya bila kita dapat menggunakan kerangka teori
Pavlov untuk membantu menjelaskan proses belajar secara fleksibel. Contohnya,
sikap ramah seorang guru memiliki kecenderungan menimbulkan respons positif
pada subyek didik, meskipun ada kemungkinan timbulnya respons negatif pada
subyek didik manja. Demikian pula, latar belakang ekonomi rendah dapat
menimbulkan respons berupa semangat belajar tinggi dan sebaliknya. Pada awal
pelajaran, konsep-konsep yang sulit dapat menimbulkan shock symbol pada
sebagian subyek didik, tetapi justru dapat pula merangsang subyek didik belajar
gigih agar memahaminya.
Eksperimen-eksperimen Pavlov awalnya tidak bertujuan menemukan
teori belajar, meskipun sangat dipengaruhi oleh psikologi behaviorisme. Sesuai
dengan kedudukannya sebagai ahli fisiologi, eksperimen Pavlov lebih bertujuan
memahami fungsi otak.
Hasil-hasil eksperimen Pavlov ternyata sangat berguna bagi pengembangan
teori belajar. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila banyak ahli pendidikan
mengadopsi hasil-hasil eksperimen Pavlov untuk mengembangkan teori belajar.
Namun demikian, apa yang diperoleh Pavlov bukan suatu yang final sehingga kita
sebaiknya fleksibel menggunakannya.
Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar menurut Pavlov adalah
ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
1.
Mementingkan
pengaruh lingkungan
2.
Mementingkan
bagian-bagian
3.
Mementingkan
peranan reaksi
4.
Mengutamakan
mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
5.
Mementingkan
peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
6.
Mementingkan
pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
7.
Hasil belajar
yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Sebagai konsekuensi teori
ini, para guru yang menggunakan paradigma Pavlov akan menyusun bahan pelajaran
dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai
siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak
banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik
dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara
hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Tujuan
pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu
keterampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur
dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan
digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang
diharapkan dari penerapan teori belajar Pavlov ini adalah tebentuknya suatu
perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif
dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif.
Evaluasi atau penilaian
didasari atas perilaku yang tampak.
kritik terhadap teori belajar Pavlov adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori Pavlov mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
kritik terhadap teori belajar Pavlov adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori Pavlov mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Metode Pavlov ini sangat
cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang
mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek,
daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik,
menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga
cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran
orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang
dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori belajar
Pavlov yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan
terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu
guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang
pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang
diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
Kelemahan dari teori conditioning
ini adalah, teori ini mengangaap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara
otomatis, keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan
latihan atau kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tidak tahu bahwa
dalam bertindak dan berbuat sesuatu manusia tidak semata-mata tergantung kepada
pengaruh dari luar. Aku atau pribadinya sendiri memegang peranan
dalam memilih dan menentukan perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya.
Teori conditioning ini memang tepat kalau kita hubungkan dengan
kehidupan binatang. Pada manusia teori ini hanya dapat kita terima dalam
hal-hal belajar tertentu. Umpamanya dalam belajar yang mengenai skills
(kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil.
D.
Penerapan Teori dalam Kehidupan Sehari-Hari
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala
tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning.
Yaitu hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap
syarat-syarat atau perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya dalam
kehidupannya. Proses belajar yang digambarkan seperti itu menurut Pavlov
terdiri atas pembentukan asosiasi antara stimulus dan respons refleksif. Dasar
penemuan Pavlov tersebut, menurut J.B. Watson diberi istilah Behaviorisme.
Watson berpendapat bahwa perilaku manusia harus dipelajari secara objektif. la
menolak gagasan mentalistik yang bertalian dengan bawaan dan naluri. Watson
menggunakan teori Classical Conditioning untuk semuanya yang bertalian
dengan pembelajaran. Pada umumnya ahli psikologi mendukung proses mekanistik.
Maksudnya kejadian lingkungan secara otomatis akan menghasilkan tanggapan.
Proses pembelajaran itu bergerak dengan pandangan secara menyeluruh dari
situasi menuju segmen (satuan bahasa yang diabstraksikan dari kesatuan wicara
atau teks) bahasa tertentu. Materi yang disajikan mirip dengan metode dengar
ucap.
Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada
situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual
es krim yang berkeliling dari rumah ke rumah.Awalnya mungkin suara itu
asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut
bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas.Bayangkan, bila
tidak ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan
dagangannya. Contoh lain adalah bunyi bel di kelas untuk
penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses
menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak,
es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat
atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.Contohlain
adalahuntuk menambah kelekatan dengan pasangan, Jika anda mempunyai pasangan
yang “sangat suka (UCR)” dengan coklat (UCS). Disetiap anda bertemu (CS) dengan
kekasih anda maka berikanlah sebuah coklat untuk kekasih anda, secara otonom
dia akan sangat suka dengan coklat pemberian anda. Berdasarkan teori, ketika
hal itu dilakukan secara berulang-ulang, selanjutnya cukup dengan bertemu
dengan anda tanpa memberikan coklat, maka secara otonom pasangan anda akan
sangat suka (CR) dengan anda, hal ini dapat terjadi karena pembentukan perilaku
antara UCS, CS, UCR, dan CR seperti ekperimen yang telah dilakukan oleh pavlov.
Contoh lain bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank.
Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian
dari pedagang makanan (rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di
rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa
harus berdiri lama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa
dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui
cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia
dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Adapun sumber
hukum yang berasal dari Rasulullah saw yang berkenaan dengan teori pembiasaan
dapat kita lihat pada hadis riwayat Abu
Dawud sebagai berikut :
مروا أولادكم بالصلاة
وهم أبناء عشر سنين وفرقوا بينهم فى المضاخع
(رواه أبو داود)
”Surulah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka
berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika mereka
berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka” (H.R..Abu Dawud).
Hadits
tersebut menjelaskan bahwasannya kita harus membiasakan anak-anak kita untuk
mengerjakan sholat sejak dini,supaya kelak ketika sudah dewasa terbiasa untuk
melakukan kewajiban sholat tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pembiasaan merupakan proses penanaman kebiasaan, mengupayakan suatu
tindakan agar terbiasa melakukannya, sehingga terkadang seseorang tidak
menyadari apa yang dilakukannya karena sudah menjadi kebiasaan. Jadi, teori
pembiasaan dalam pendidikan adalah yang proses pendidikan yang berlangsung
dengan jalan membiasakan anak didik untuk bertingkah laku, berbicara, berpikir
dan melakukan aktivitas tertentu menurut kebiasaan yang baik, sebab tidak semua
hal yang dapat dilakukan itu baik.
Eksperimen Pavlov: Anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka
secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).Jika anjing dibunyikan
sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur.Sehingga dalam
eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan bunyi
bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR)
akibat pemberian makanan. Setelah perlakukan ini dilakukan secara
berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan
makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur
dari mulutnya (CR).
Aplikasi teori Pavlov dalam pembelajaran adalah dengan guru tidak
banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik
dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara
hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Dalam kehidupan sehari-hari teori Pavlov juga sangat bermanfaat.
Seperti membiasakan anak-anak untuk sholat meskipun mereka belum mempunyai
kewajiban untuk melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ngalim. Purwanto. 2004. Psikologi
Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Muhibbin, Syah. 2005. Psikologi Belajar.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Bell, Margareth E. 1994. Belajar dan
Membelajarkan. Jakarta: PT. RajaGrafind Persada.
Brennan, James F. 2006. Sejarah dan Sistem
Psikologi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Davies, Ivon K. 1987. Pengelolaan Belajar.
Jakarta: Rajawali Pers.
Dwijandono dan Sri Wuryani. 1989. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Sarlito W. Sarwono. 2002. Berekenalan
dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Surakarta: PT Bulan
Bintang.
Usman, Moh. Uzer dan lilis Setiawati. 1993. Upaya
Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
http://akhmadsudrajat. Wordprees.com/, diakses tanggal 13 Oktober
2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar